
Pisahkan olahraga prestasi dari olahraga pribadi
Perspektif Online
03 April 2010
oleh: Didiet Adiputro
Mahasiswa membuat diskusi tentang masalah politik dan ekonomi, itu biasa. Mahasiswa diskusi membedah buku, itu juga biasa. Namun hari Sabtu, 3 Maret 2010, Badan Eksekutif Mahasiswa FE Univesitas Gunadarma kali ini membuat diskusi dengan menganggkat tema yang tidak biasa yaitu olahraga. Diskusi bertajuk ”Seminar Industri Olahraga Nasional: The Development Of Sustainable National Sports Industry” yang menghadirkan beberapa narasumber seperti Bujang (Ketua KONI Bekasi), Shandy Wirawan (Atlet Nasional Karate), Wimar Witoelar (Mantan Kepala Badan Tim Nasional PB PELTI) dan wartawan senior KOMPAS Budiarto Shambazy. Ternyata diskusi ini mendapat atensi yang besar dari mahasiswa Gunadarma , seperti terlihat dari membludaknya penjualan tiket peserta hingga mencapai 300 orang.
Olahraga memang jarang sekali menjadi pembicaraan serius di dunia akademik bahkan pemerintahan. Olahraga menjadi salah satu kebutuhan masyarakat yang penting dengan membuat kita mejadi sehat. Namun menurut Wimar, harus ada pembedaan antara olahraga pribadi untuk kesehatan, kegembiraan, serta pendidikan sportivitas, dengan olahraga prestasi untuk hiburan masyarakat yang memajukan ekonomi. Persaingan dalam olahraga prestasi adalah tontonan yang memukau, dan perhatian publik mendorong pertumbuhan ekonomi. Ada dua segi.
Pertama, sebagai tontonan, olahraga prestasi memutar roda ekonomi melalui sponsorhip yang meningkatkan motivasi bintang olahraga. Kedua, olahraga mendorong pembangunan infrastruktur seperti stadion, bandara, jalan akses, pembersihan korupsi. Tambah lagi efek multiplier dalam pariwisata, media dan bisnis retail. ”Titik tolak perkembangan ekonomi beberapa negara dunia ditunjang event olahraga seperti Olimpiade di China, Korea dan Australia serta Piala Dunia di Afrika Selatan”, ujar Wimar.
Olahraga pribadi selalu populer di Indonesia, tapi prestasi olahraga Indonesia memprihatinkan. Wimar menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara olahraga pribadi dan olahraga prestasi. Menurut Budiarto Shambazy, rendahnya prestasi olahraga dikarenakan banyak pengurus induk olahraga yang acap kali melakukan politicking terhadap olahraga untuk kepentingan politik dan banyak penyimpangan uang yang dilindungi sifat kepengurusan yang tidak transparan dalam mengelola keuangan seperti sponsorship dan praktek judi taruhan dalam sepakbola.
Belum lagi birokrasi yang gemuk justru sering kali melambankkan proses kemajuan olahraga, bukan malah membantu dengan cepat ketersediaan perijinan dan kebutuhan para atlet. “KONI di pusat justru menghambat prestasi olahraga, karena gemuknya birokrasi sudah seperti departemen pemerintahan”, ujar mantan wartawan olahraga ini.
Senada dengan Budiarto, Wimar juga merasa bahwa kebutuhan birokrasi yang besar seperti adanya Kementerian Pemuda dan Olahraga dinilai tidak jelas fungsinya dan bersifat dualistis. Karena pada dasarnya olahraga pribadi membutuhkan penanganan yang sangat berbeda dari olahraga prestasi. Jika dilihat dari segi pendidikan dan kesehatan, olahraga pribadi bisa diurus oleh kementerian bidang Kesejahteraan Rakyat. Sebaliknya olahraga prestasi harus dipandang sebagai pembinaan industri yang dilakukan oleh otoritas dalam bidang ekonomi. Janggal bila lembaga seperti BPL (Liga Inggris) atau NBA, ATP, WTA sebagai bisnis Milyar Dolar diurus oleh Kementerian Pendidikan
Faktanya pembinaan olahraga prestasi, terutama pada usia dini lebih efektif dilakukan oleh klub-klub. Contoh adalah klub sepakbola Barcelona dan pusat latihan tenis Nick Bolittieri di Amerika Srikat dan klub tenis Yayuk Basuki di Jakarta. Hal ini penting untuk disadari para pengambil kebijakan, jika tidak mau prestasi olahraga dirusak oleh orang-orang yang tidak mencintai olahraga dan hanya mengambil keuntungan sesaat.
Sebaiknya porsi pemerintah memang dibuat minimal dan pembinaan olahraga ditekankan pada dukungan bagi klub-klub olahraga. “Korupsi menjadi salah satu biang keladi ambruknya prestasi dunia olahraga Indonesia. Di negara dengan prestasi olahraga tinggi, pengurus olahraga dipilih dari warga negara teladan, bukan politisi yang tidak paham makna olahraga”, tutur Wimar yang ketika menjabat kepala BTN PB PELTI mengantarkan tim Fed Cup Indonesia menjuarai grup Oceania, mempertahankan kejayaan tim Davis Cup dan membantu Yayuk Basuki menempati ranking 19 dunia
10 Comments: